ini tentang pelatih asing yang melatih indonesia dengan penuh kisah kesedihan, karena orang indonesia tidak mampu dan tidak mau menghargai jerih payah dia yang penuh perjuangan.
Kisah pelatih sepak bola bernama Paul Cumming...
sayapun terharu membaca kisah ini, jadi dibaca benar-benar dari awal ,kecuali anda orang yang malas dan apatis.
Kisah Sedih dari Lereng Semeru
Paul Cumming sedang melihat kebun jeruk miliknya. Jeruk di pohonnya sangat sering dicuri orang yang jahil
Rumahnya agak menjorok ke dalam Dusun Drigu, Desa Poncokusumo Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasi rumahnya terpencil dari peradaban manusia lainnya. Sunyi dan sepi.
Sesekali terdengar suara hiruk pikuk manusia dan lalu lalang kendaraan bermotor. Tetapi semua itu tenggelam dalam orkestra kodok dan jangkrik yang lebih kentara terdengar di luar.
Rumah sederhana itu sekelilingnya dipenuhi kebun yang rimbun: kebun apel, cabai, tomat, dan sayur-sayuran yang dipagari kawat dan kayu. Hanya ada satu jalan untuk mencapai rumah itu, melewati jalan tanah coklat setapak yang jarang diinjak manusia.
Bagi beberapa orang tempat ini membosankan, apalagi kalau malam. Di luar nyaris gelap gulita tak ada kerlap-kerlip lampu-lampu bohlam tetangga. Tapi jangan kaget bukan main alangkah indahnya suasana alam di pagi hari. Tepat di depan rumah, dengan sombong gunung Semeru kokoh tegak menantang.
Desa Poncokusumo memang daerah dingin di lereng Gunung Semeru, 30 Km dari Kota Malang. Udara bersih dan sejuk didapat secara gratis sepuasnya. Sesuatu hal yang langka bagi orang kota.
Beruntunglah Paul Cumming dapat menghabiskan massa tuanya di tempat itu. Tapi benarkah dia beruntung?
Ada yang masih ingat dengan Paul Cumming? Seseorang yang menjadi idola
suporter klub Galatama asal Jakarta yaitu Indonesia Muda di tahun 1981
hingga 1983. Beberapa mengenangnya sebagai sosok pelatih asing
kontroversial yang amat dicintai masyarakat Papua, namun dibenci
suporter bola asal Jawa di pertengahan dekade 80an.
Permainan
keras yang menjadi ciri khas Perseman Manokwari kala itu membuat anak
asuh Paul dicaci habis-habisan baik oleh pengamat, media maupun penggila
bola. Bergeming, Paul tetap melanggeng dengan polanya yang terkenal
keras -- PSMS Medan pun bukan tandingannya.
Benar saja, usai
menjadi juara Divisi I tahun 1983, Perseman menjadi kuda hitam baru di
kompetisi perserikatan dengan menjadi tim terbaik nomor empat di tahun
1985, serta runner-up 1986 sebelum ditaklukan Persib Bandung 1-0 lewat
gol tunggal Djadjang Nurdjaman di partai Grand Final.
Paul adalah
pula legenda bagi masyarakat Bandar Lampung. Namanya melegenda tapi dia
bukan tokoh fiksi. Paul adalah manusia nyata. Kesuksesannya menangani
klub Papua membuat ia ditarik mantan gubernur Lampung, Poedjono Pranoto,
untuk membesut PSBL Bandar Lampung. Sepakbola Lampung pun menuai
kejayaan. Setelah selalu berkutat di Divisi II, Paul bisa membawa PSBL
promosi ke Divisi I dan Divisi Utama. Pekerjaan yang tak mudah tentunya.
Usai
dipensiunkan secara paksa dari PSBL akibat keuangan klub yang defisit,
Paul terpaksa menganggur. Beruntung kemudian Perseman mengontaknya
kembali. Sampai tahun 2011, Paul kembali menetap di Papua sembari sempat
melatih tim PON Papua Barat dan Persiwon Wondama.
***
Di
Indonesia, Paul adalah orang kedua yang dinaturalisasi akibat urusan
sepakbola. Orang asing pertama yang menjadi WNI gara-gara sepakbola
adalah Toni Pogacnik, eks Pelatih Timnas tahun 1950an. Dan orang kedua
itu adalah Paul Cumming, seorang Londoners yang teramat cinta kepada
Negeri Zamrud Khatulistiwa.
Di masa itu sangat langka pesepakbola
atau pelatih asing yang ingin berganti kewarganegaraan menjadi WNI.
Paul termasuk orang langka itu. Prosesnya tidak mudah dan
berbelit-belit. Selain memakan waktu lama, besarnya kontribusi terhadap
sepakbola Indonesia pun menjadi kewajiban utama lainnya bagi siapa pun
yang ingin jadi WNI.
Proses Paul menjadi WNI tidaklah semudah
yang diterima Sergio Van Dijk, Kim Jefrey Kurniawan atau pemain asing
naturalisasi lainnya. Setelah menunggu waktu 19 tahun, pasca
kedatangannya pertama kali ke Indonesia tahun 1980, akhirnya pada 10
November 1999, Pengadilan Negeri Bandar Lampung mengetok sah dirinya
sebagai WNI. Beruntung nasib Paul tak setragis sang pendahulu Toni
Pogacnik yang keburu meninggal sebelum dirinya disahkan sebagai WNI.
Paul
adalah generasi awal pelatih asing yang berani membesut klub-klub
sepakbola di Indonesia. Dia seangkatan bersama Marek Janota, Wiel
Coerver dan Fred Corba. Mereka menjadi bagian dari kebangkitan kompetisi
Galatama. Mereka pun jadi saksi, betapa Galatama porak-poranda akibat
pengaturan skor ulah mafia judi bola.
Pengalaman pahit saat Berniaga di Pedalaman dan Pesisir Papua
Entah
mengapa dia betah berlama-lama di Indonesia, toh secara financial
kehidupan Paul biasa-biasa saja. Selama ini selalu ada persepsi bahwa
orang asing yang tinggal di Indonesia adalah kaum borjuis berdompet
tebal. Paul jauh dari anggapan seperti itu. Dia mungkin "pebola
naturalisasi" paling malang di Indonesia. Dari dulu hingga sekarang,
dompet cekak selalu ia rasakan.
Hidupnya selama Papua di awal
tahun 1990an terkadang butuh perjuangan ekstra dan menderita. Untuk
tetap bisa bertahan hidup, ia tinggal di daerah pedalaman dan berdagang
sembako menggunakan perahu dari pulau ke pulau di Teluk Cendrawasih.
Sialnya,
usahanya itu kena tipu orang. Karena terlalu percaya, ia serahkan semua
perniagaan kepada anak buahnya. Sang anak buah berdusta mengatakan
kepada dirinya kapal terbalik dan barang dagangan habis tercebur ke
laut. Ia pun dinyatakan bangkrut total, karena harus membayari
barang-barang jualannya yang belum dibayar. Tapi ia tak menyerah dan
kembali meniti usaha perniagaan berjualan sembako ke daerah
tambang-tambang.
Akan terasa "ngeh" melihat bule di
pedalaman Papua untuk menyambung perut ia harus menaiki motor trail
dengan barang bawaan sembako penuh. "Jalannya menanjak bukan main, untuk
menempuh tambang saya harus berkendara 8 jam melewati hutan sembari
bawa barang-barang digendong di belakang," ucapnya.
Baru beberapa
bulan usahanya berjalan, Paul kembali terkena sial. Lagi-lagi ia kena
tipu akibat bujuk rayu oknum warga yang meminta ia meninggalkan barang
dagangannya di tambang. Ia pun hanya mengelus dada meratapi nasibnya
itu.
Dan itu hanyalah satu dari belasan kisah tragis Paul yang akan terus berlanjut sampai hari ini. [Bersambung]
sumber
Home »
Paul Cumming Pelatih Sepak Bola Indonesia yang Penuh Kesedihan
» Paul Cumming Pelatih Sepak Bola Indonesia yang Penuh Kesedihan
Paul Cumming Pelatih Sepak Bola Indonesia yang Penuh Kesedihan
Posted by admin
Posted on 7:36 AM
with No comments
0 comments:
Post a Comment